E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Catur Marga

Perbuatan yang baik pertama adalah Catur Marga. Boleh jadi ada yang bertanya, mengapa Catur Marga dimaksudkan sebagai perbuatan baik (Subhakarma). Berikut ini adalah jawabannya. Dharmasastra, etika atau susila agama Hindu pada hakekatnya merupakan pedoman, norma atau ukuran untuk diamati dan diamalkan, untuk dapat mencapai apa yang dinamakan “suka tan pawali dukha” kebahagiaan tertinggi dan kedamaian serta ketertiban di dunia.

Etika hanyalah pembina moral, agar manusia berpribadi dan berbudi pekerti yang luhur, agar manusia dapat hidup rukun dan damai. Berpribadi dan berbudi pekerti luhur itu berarti bahwa manusia harus selalu berbuat baik. Karena itu untuk mencapai tujuan hidupnya, umat Hindu harus berpegang kepada aturan yang kekal yaitu dharma agama. Tujuan hidup itu adalah Moksa atau jagadhita. Dharmasastra, etika atau susila itu merupakan persiapan untuk mencapai Moksa dan jagadhita itu. Jalan atau cara untuk mencapai tujuan hidup itu adalah dengan melalui empat marga utama yang dinamakan Catur Marga.

Tujuan hidup umat Hindu adalah untuk mendapat tempat yang layak di akhirat dan kesejahteraan duniawi. Karena itu yang dikejar adalah kebahagiaan abadi setelah meninggal dunia dan kebahagiaan duniawi ketika masih hidup. Dan untuk mencapai semua itu, umat Hindu harus selalu berbuat baik. Tanpa berbuat baik pasti tujuan hidup itu tidak akan dicapai. Itulah sebabnya agama Hindu mengajarkan agar umatnya selalu berbuat baik, melaksanakan ajaran dharma, bertindak sejalan dengan ajaran agama. Khusus untuk dapat mencapai kesejahteraan abadi setelah meninggal atau moksa, agama Hindu mengajarkan apa yang disebut Catur Marga atau Catur Yoga yaitu empat jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Catur Marga berasal dari kata “catur” yang berarti empat dan “marga” yang berarti jalan atau cara. Catur Marga dengan demikian berarti empat cara atau empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa guna mencapai kesempurnaan hidup lahir dan bathin yang dinamakan Moksa. Ke empat cara atau jalan tersebut adalah :

1. Jnana Marga
2. Karma Marga
3. Bhakti Marga
4. Raja Marga

Istilah lain yang dipergunakan untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir batin termaksud diatas adalah Catur Yoga. “Catur” sudah dijelaskan berarti empat dan “Yoga” berarti menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi. Catur Yoga dengan demikian berarti empat cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan guna menuju kesempurnaan hidup atau moksa dan ini terdiri dari :

1. Jnana Yoga
2. Karma Yoga
3. Bhakti Yoga
4. Raja Yoga

Ada juga yang menggunakan istilah gabungan dari Marga dan Yoga dan karena itu dinamakan Catur Margayoga. Catur Margayoga ini terdiri atas :

1. Jnana Marga Yoga
2. Karma Marga Yoga
3. Bhakti Marga Yoga
4. Raja Marga Yoga

Perlu dimaklumi bahwa ke empat cara termaksud diatas sama baiknya. Cara manapun yang dipakai boleh saja. Setiap orang bebas untuk memilih salah satu diantaranya, yang tentunya harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.

Read More......

Sapta Timira

Sapta Timira adalah tujuh jenis kemabukan. “Sapta” artinya tujuh dan “Timira” artinya lupa daratan (lupa diri atau mabuk). Dengan demikian Sapta Timira berarti tujuh macam keadaan yang menyebabkan orang lupa daratan, lupa diri atau mabuk. Sapta Timira karena itu juga merupakan musuh yang berada di dalam diri manusia. Itulah sebabnya, maka ketujuh macam musuh itu harus dimusnahkan. Ketujuh musuh itu adalah :

1. Surupa atau kemabukan (lupa daratan) karena wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik. Kegantengan atau kecantikan seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati. Semestinya kegantengan atau kecantikan wajah dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur. Orang yang ganteng atau cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang tidak baik.

2. Dhana atau kemabukan (lupa daratan) karena banyak mempunyai harta benda atau kekayaan. Banyaknya harta benda yang dimiliki sering kali menyebabkan seseorang menjadi lupa diri, menepuk dada, angkuh dan sombong dan tidak ingat dengan teman-temannya. Pada hal kepemilikan harta benda seyogyanya dibarengi dengan dharma, perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama. Karena itu orang yang memiliki banyak harta benda seyogyanya dapat menjaga diri, tidak menepuk dada atau tidak sombong dengan harta bendanya.

3. Guna atau kemabukan (lupa daratan) karena mempunyai kepintaran atau kepandaian. Orang yang pintar juga kadang lupa diri, menganggap orang lain tidak tahu apa-apa. Orang seperti ini cenderung angkuh dan kurang disukai oleh masyarakat. Oleh karena kepandaian semestinya dibarengi dengan perbuatan yang baik, disertai dengan budi pekerti yang luhur. Kepintaran semestinya diamalkan, dipergunakan untuk maksud-maksud yang baik, sehingga dapat membantu masyarakat yang kurang mempunyai pengetahuan.

4. Kulina atau kemabukan (lupa daratan) karena keturunan. Factor keturunan juga sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan bangsawan, keturunan raja, kadang kala juga menganggap remeh orang lain yang tidak seketurunan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi orang tersebut. Keturunan orang-orang terkenal, berpangkat atau bangsawan, sebaiknya mempunyai perilaku yang baik, berbudi luhur sejalan dengan ajaran agama. Mereka seharusnya dapat menjadi panutan dapat memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat sekitarnya.

5. Yohana atau kemabukan (lupa daratan) karena masa remaja atau masa muda. Anak muda remaja karena kurang pendidikan dan pengalaman, sering kali lebih menyukai kebebasan dan hura-hura, sering kali sok jagoan dan suka berkelahi. Sebaikanya semasa masih remaja, anak-anak itu diberi pendidikan agama yang memadai, diberi pelajaran mengenai etika, bagaimana harus berperilaku di dalam masyarakat, sebagaimana harus membawa diri dan lain-lain, supaya mereka dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Masa remaja adalah masa yang baik untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bagi nusa dan bangsa serta agama.

6. Sura atau kemabukan (lupa daratan) karena minuman keras. Minuman keras merupakan musuh yang sangat buruk. Ia dapat membuat orang mabuk, lupa diri dan berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu manusia beragama sebaiknya menjauhi minuman keras.

7. Kasuran atau kemabukan (lupa daratan) karena merasa mempunyai keberanian. Keneranian kadang kala membuat orang lupa diri. Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan baik dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang bersangkutan sendiri. Keberanian hendaknya selalu dilandasi oleh kebenaran dan Dharma, oleh perbuatan yang luhur sesuai dengan ajaran agama.

Read More......

Sad Atatayi

Sad Atatayi adalah enam jenis perbuatan yang kejam. Sad Atatayi berasal dari kata “Sad” yang berarti enam dan “Atatayi” yang berarti kejam. Dengan demikian Sad Atatayi diartikan sebagai enam perbuatan yang kejam dan ini adalah kelemahan atau musuh dalam diri manusia. Kelemahan tersebut hendaknya ditiadakan.

Adapun enam perbuatan kejam yang dianggap sebagai musuh dalam diri manusia dan harus dijauhi adalah :

1. Agnida atau sikap kejam karena suka membakar milik orang lain. Tidak semua orang senang melihat orang lain senang. Tidak semua orang suka melihat orang lain memiliki sesuatu barang yang bagus. Orang itu cenderung iri hari atau dengki melihat orang lain memiliki barang itu. Karena itu timbul pikiran buruk untuk membakar barang milik orang lain dimaksud. Orang seperti ini tergolong sebagai orang yang sangat kejam, karena dapat merusak milik orang lain, dapat mengakibatkan pemiliknya menjadi susah. Seyogyanya manusia dapat mengontrol peribadinya agar tidak berbuat yang bententangan dengan ajaran agama dan menghindari perbuatan yang dapat menyusahkan oprang lain.

2. Wisada atau sikap kejam karena suka meracun. Perbuatan meracun adalah perbuatan yang disengaja, dengan tujuan untuk membunuh orang lain. Karena itu perbuatan ini digolongkan sebagai perbuatan yang sangat kejam karena dapat menyebabkan jiwa manusia melayang. Perbuatan ini bertentangan dengan dan karena itu dilarang oleh agama Hindu.

3. Atharwa atau sikap kejam karena suka bermain black magic atau ilmu hitam. Tujuannya adalah untuk membuat seseorang menjadi sakit atau susah sampai meninggal dunia. Perbuatan ini dianggap sebagai perbuatan yang kejam dan karena itu dilarang oleh agama.

4. Sastraghma atau sikap kejam karena suka mengamuk. Perbuatan ini timbul karena pikiran yang buntu dan kacau atau sedang bingung serta putus asa, sehingga tidak bisa menemukan pemecahan atas sesuatu persoalan yang dihadapi. Sikap seperti ini dapat menimbulkan kekacauan dan kepanikan karena bisa jadi orang yang sedang ngamuk membunuh orang lain. Karena itu perbuatan ini digolongkan sebagai perbuatan yang sangat kejam dan dilarang oleh agama.

5. Dratikrama atau sikap kejam karena suka memperkosa orang lain. Perbuatan ini sama dengan perbuatan binatang, karena dilakukan tanpa perasaan malu dan hanya berdasarkan nafsu. Perilaku seperti ini sangat menyusahkan orang lain dan dikatagorikan sebagai perbuatan kejam dan karena itu dilarang oleh agama.

6. Raja Pisuna atau sikap kejam karena suka mempitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Fitnah dapat mencelakakan dan dapat menimbulkan rasa benci kepada orang yang difitnah. Fitnah dapat menyusahkan orang lain. Karena itu perbuatan serupa ini dilarang oleh agama.

Enam jenis perbuatan kejam termaksud diatas, disamping merupakan kelemahan dalam diri manusia, juga sangat bertentangan dengan ajaran Agama Hindu. Karena umat Hindu hendaknya menjauhkan diri dari enam jenis perbuatan kejam itu.

Read More......

Dasa Dharma dan Catur Purusartha

Dasa Dharma

Dasa Dharma adalah sepuluh macam perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu. Segenap umat Hindu seyogyanya memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Dasa Dharma ini, karena dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tenteram dan damai. Kesepuluh ajaran Dasa Dharma termaksud adalah :

1. Dhriti atau bekerja dengan sungguh-sungguh
2. Ksama atau mudah memberi maaf
3. Dama atau dapat mengendalikan nafsu
4. Asteya atau tidak mencuri
5. Sauca atau bersih atau suci
6. Indryanigraha atau dapat mengendalikan keinginan
7. Dhira atau berani membela yang benar
8. Widya atau sanggup belajar dan mengajar
9. Satya atau kebenaran, kesetiaan dan kejujuran
10 Akroda atau tidak marah

Catur Purusartha

Ada empat tujuan hidup manusia menurut Agama Hindu yang dinamakan Catur Purusa Artha atau Catur Purusartha. “Catur” artinya empat, “Purusa” artinya jiwa manusia dan “Artha” artinya tujuan hidup. Jadi Catur Purusa Artha berarti empat tujuan hidup. Keempat tujuan hidup manusia ini terjalin dengan erat, artinya satu dengan yang lain saling berkaitan.

Adapun ke empat tujuan hidup adalah :
1. Dharma
2. Artha
3. Kama
4. Moksa>

Read More......

Memahami Ajaran Agama Hindu dan Mengamalkan Perbuatan Baik

Umat Hindu perlu memahami, mendalami bahkan menghayati ajaran agamanya dengan baik, sehingga dapat mengetahui etika atau norma-norma tata susila yang berlaku dalam masyarakat, disamping mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang patut dihindari. Karena itu mereka semestinya patut mengerti dan menguasai agamanya secara baik dan benar, meliputi Tatwa atau Filsafat, Susila atau Etika dan Upacara atau Ritual Agama Hindu.

Mereka tidak saja harus menguasai masalah upacara, tetapi juga harus mengerti perihal Susila dan Tatwa agamanya. Terkait dengan masalah Etika atau Susila, umat Hindu juga harus dapat mengamalkan ajaran tentang perbuatan (Subhakarma) dan menghindari perbuatan yang tidak baik (Asubhakarma).

Umat Hindu bukan saja perlu mendalami dan menghayati, tetapi juga harus dapat mengamalkan ajaran agamanya terutama yang berkaitan dengan Etika atau Susila Agama Hindu. Dalam hal ini mereka harus dapat melaksanakan ajaran tentang perbuatan yang baik atau Subhakarma. Mereka juga harus menyadari bahwa sesungguhnya Agama Hindu mengajarkan cukup banyak sikap, tindakan dan perilaku atau perbuatan yan baik itu, sehingga mereka semestinya dapat bermasyarakat dengan baik, dapat hidup saling asah, saling asih dan saling asuh serta dijauhkan dari saling sengketa yang tidak perlu.

Disamping itu agama Hindu juga memberikan tuntunan, jalan atau cara untuk dapat hidup berbahagia, hidup dengan tenang, tenteram dan damai, disamping juga jalan untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sampai kepada menyatunya Atman dan Brahman. Semua cara atau jalan serta berbagai perbuatan baik yang patut diikuti dan perbuatan buruk yang perlu dihindari oleh umat Hindu. Termasuk jalan atau cara untuk mencapai kebahagiaan hidup yang patut diikuti, untuk dapat kiranya didalami, dikaji dan atau dihayati, sehingga dapat diamalkan atau dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Read More......

Dasa Indria

Dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengendalikan Dasa Indrianya berikut ini :

1. Srotendria artinya indra pendengar. Srota artinya telinga. Daam hal ini manusia harus mampu mengendalikan telinganya. Maksudnya adalah bahwa orang harus dapat mengendalikan apa yang diterima atau didengar oleh telinga. Jangan salah terima atau salah mengerti. Karena itu apa yang didengar melalui telinga hendaknya dapat “dicerna” dengan baik, sehingga kita tidak salah mengerti. Perhatikan benar-benar, dengar baik-baik apa yang dibicarakan, jangan sampai kita salah tangkap atau salah mengartikannya.

2. Twakindria artinya indra peraba. Twak artinya kulit. Dalam hal ini manusia harus mampu mengendalikan alat perabanya. Alat peraba itu bisa jadi tangan atau kulit. Kita diharapkan jangan sampai salah memberikan arti terhadap apa yang kita raba, terhadap apa yang kita rasakan. Dan jangan menggunakan alat peraba itu untuk tujuan yang tidak baik, misalnya untuk meraba payudara seorang gadis.

3. Granendria artinya indra pencium. Grana artinya hidung. Dalam hal ini manusia harus mampu indra penciumannya. Hidung itu sangat penting untuk mencium sesuatu. Hidung tentu harus dapat membedakan bau yang harum dan bau yang busuk. Salah mencium bau, kita barangkali bisa ngoceh, ngomel atau menyalahkan orang lain. Karena itu “kendalikanlah” indra pncium itu dengan baik, jangan sampai salah memberikan makna terhadap apa yang dicium.

4. Caksundria artinya indra penglihatan. Caksu, caksuh atau caksur berarti mata. Dalam hal ini manusia hendaknya mampu mengendalikan indra penglihatannya. Mata sangat penting artinya bagi manusia. Dengan mata kita bisa melihat. Tetapi mata hendaknya kita jangan sampai salah melihat atau salah memberi arti terhadap apa yang kita lihat. Mata juga tidak boleh jelalatan atau ingin melihat atau memperhatikan wanita cantik misalnya. Penggunakanlah mata dengan wajar, dengan sebaik-baiknya, jangan sampai mengganggu orang lain.

5. Wakindria artinya indra bicara. Wak artinya suara, bicara atau bunyi. Dalam hal ini manusia hendaknya mampu mengendalikan mulutnya. Mulut juga sangat penting bagi seseorang. Mulut digunakan untuk makan dan berbicara. Janganlah makan sembarangan, seperti juga berbicara tidak boleh asal ngomong. Makanlah makanan sederhana dan ringan-ringan saja, jangan berlebihan, jangan pula rakus. Makan yang banyak dapat menyebabkan kita malas, pikiran menjadi buntu bahkan tidak bisa berpikir jernih. Dan jangan pula sembarangan menggunakan mulut sebagai alat untuk berbicara.

6. Panandria artinya indra memegang. Pana artinya tangan. Umat manusia haruslah mampu mengendalikan tangannya. Jangan asal memegang. Tangan itu hendaknya digunakan dengan tujuan yang baik. Jangan menggunakan tangan untuk maksud-maksud buruk seperti mencuri atau mengambil barang orang lain. Jangan pula menggunakan tangan untuk menyakiti atau memukul orang lain.

7. Payundria artinya indra pengeluar kotoran. Payu artinya anus atau bubu. Manusia haruslah mampu mengendalikan pantat atau duburnya. Gunakanlah anus itu ada tempatnya. Membuang air besar hendaknya di WC. Membuang angin atau kentut, janganlah dihadapan orang ramai. Perhatikanlah sopan santun, jangan sampai orang lain merasa terganggu.

8. Jihwendria artinya indra perasa. Jihwa artinya lidah. Umat manusia sepatutnya mampu mengendalikan lidahnya. Menggunakan lidah itu sama pentingnya dengan menggunakan mulut. Lidah perlu dikendalikan agar tidak sembarangan ngomong. Jangan juga bersilat lidah atau berdebat yang bukan-bukan dan tidak perlu. Belajarlah menggunakan dengan baik-baik, dengan santun, agar orang lain tidak merasa tersinggung. Kalau berbicara, ingatlah tata karma dan sopan santun. Berbicaralah yang manis, lemah lembut dan enak didengar.

9. Padendria artinya indra atau kekuatan berjalan. Dalam hal ini umat manusia haruslah mampu mengendalikan gerakan kakinya. Kaki kita memang untuk berjalan. Tetapi kakipun perlu dikendalikan. Jangan menggunakan kaki sembarangan, misalnya untuk pergi kerumah tetangga guna mengambil atau mencuri barang. Gunakanlah kaki untuk tujuan mulia, misalnya untuk pergi kepura guna sembahyang atau medana punia.

10. Pastendria artinya indra kelamin. Pasthendriya artinya alat kelamin laki-laki. Umat manusia, khususnya yang laki-laki, hendaknya mampu mengendalikan kelaminnya. Alat kelamin itu dapat menimbulkan kenikmatan, tetapi bila salah menggunakannya dapat menimbulkan kesedihan dan kesengsaraan. Kita bisa kena penyakit kotor jika tidak hati-hati. Kendalikanlah penggunaannya hanya untuk istri kita saja. Jangan digunakan untuk orang lain yang bukan istri sendiri.

Read More......