Yang namanya miskin keadaannya sama saja yaitu sama-sama kekurangan. Bedanya, kalau miskin materi berhubungan dengan kekurangan hal-hal yang bersifat materi atau kebendaan, misalnya pengasilan (uang) sedikit sampai tak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum, rumah tidak punya, pakaian seadanya. Sedangkan miskin rohani (meski belum tentu miskin materi) yang kekurangan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat non materi atau bukan benda seperti asusila, amoral, tidak pernah angayu bagia atas waranugraha-Nya, tidak mau ngaturang dana punia, tidak berusaha meningkatkan kehidupan spiritualnya.
Dalam kenyataannya, walau sebenarnya cukup banyak orang yang miskin materi, tetapi ternyata jauh lebih banyak lagi orang-orang yang miskin rohani. Dan orang-orang yang miskin rohani inilah yang sesungguhnya lebih berbahaya keberadaannya dari pada hanya miskin materi. Dan keadaan akan sangat berbahaya lagi jika terjadi sinergi antara kemiskinan materi dan kemiskinan rohani. Jika sudah pada tingkat sinergi dua kemiskinan, maka runtuhlah harkat, martabat dan derajat kemanusian yang beradab, berbudaya dan beragama.
Kalau sebatas miskin materi yang disebut “daridra” tetapi rohaninya masih terjaga pada kesadaran sradha dan bhakti, maka meski hidup serba kekurangan, moralitas kemanusiannya dijamin akan tetap terpelihara. Lain halnya dengan miskin rohani yang disebut “dinabuddhi”, kendati mungkin hidupnya serba berkecukupan bahkan mungkin berlebihan tetapi “karma” (keinginan) dan “indria” (nafsu) tak pernah merasa terpuaskan. Misalnya, walaupun ditempat bekerja sudah diberi gaji lebih dari cukup tetapi tetap saja korupsi. Atau meskipun harta bendanya berkelimpahan namun tidak sekalipun pernah digunakan untuk berdana punia. Tidak jarang jua orang-orang yang miskin rohani ini begitu tega merampas hak milik orang lain. Baginya, pemenuhan ego diri sendiri adalah di atas segala-galanya. Maharsi Wararuci dalam kitab Sarasamuscaya mengatakan, orang yang miskin rohani (dinabuddhi) digambarkan sebagai orang mati (walau masih hidup) dan akan mengalami penderitaan lebih dari yang diterima orang melarat.
Tentu akan lebih dan sangat berbahaya lagi jika seseorang mengalami dua kemiskinan sekaligus, sudah miskin materi ternyata rohaninya juga miskin. Orang-orang yang mengalami kemiskinan ganda ini kehidupannya akan lebih banyak diwarnai dengan segala perbuatan yang adharma dengan segala bentuknya. Dan akibatnya tidak saja menyusahkan orang lain tetapi juga menyengsarakan dirinya. Karena itu bagi umat Hindu, meski kemiskinan itu ada dan mungkin saja kita alami, hendaknya tetap tidak sampai terjerebab kedalam kemiskinan rohani (dinabuddhi). Kunci pengentasan kemiskinan apapun ada pada “dharma” yang merupakan pijakan untuk mendapatkan “artha” guna memenuhi “karma” dalam mencapai “jagadhita” (sejahtera lahir) dan “moksa” (sejahtera batin).
Miskin Rohani lebih Bahaya Ketimbang Miskin Harta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment