Odalan atau piodalan pada hakikatnya adalah peringatan hari kelahiran (hari jadi) sebuah pura, semacam perayaan ulang tahun kalau pada manusia. Kalau pada manusia, hari jadi atau ultahnya diperingati berdasarkan perhitungan saat kelahiran menurut penanggalan (hari, tanggal, bulan dan tahun). Sedangkan kalau untuk pura atau kahyangan peringatan “tegak odalan” ditentukan berdasarkan perhitungan sasih atau wewaran terutama memadukan sapta wara dan panca wara serta wuku.
Jika didasarkan atas perhitungan sasih maka umumnya selalu di kaitkan dengan saat datangnya bulan sempurna (purnama). Sehingga odalan atau piodalan yang berdasarkan sasih selalu mangambil saat purnama. Maka begitulah banyak pura yang “tegak odalannya” jatuh pada Purnama dengan sasih yang berbeda-beda, dan datangnya setiap setahun sekali. Sementara itu apabila didasarkan atas perhitungan wewaran dan wuku, maka tegak odalan sebuah pura akan dating 210 hari sekali.
Kemudian setelah diketahui dasar-dasar perhitungan “tegak odalan”, maka untuk menjatuhkan satu pilihan lagi odalan sebuah pura ditentukan atau diputuskan berdasarkan waktu atau saat diadakan upacara “pemelaspas” atau “ngenteg lingih” dari pura tersebut. Kapan saat pemelaspas atau ngenteg linggihnya, saat itulah biasanya dijadikan sebagai “tegak odalan” berikutnya.
Soal adanya keinginan untuk mengubah atau mengganti saat “tegak odalannya” tidaklah masalah, sepanjang sudah menjadi kesepakatan karma penyungsung, pengemong atau pengempon pura tersebut. Dan tentunya kesepakatan sekala itu wajib disampaikan (matur piuning) ke hadapan Ida Bhatara yang malingga di pura tersebut.
Perihal “nyejer” (perpanjangan waktu ngaturang bhakti) bisa diadakan bisa juga tidak. Semuanya tergantung pada kepentingan dan kondisi karma penyungsung. Yang jelas ada atau tidak “nyejer” odalan atau piodalan yang menjadi inti perayaan atau upacara peringatan hari jadi di pura tersebut sudah berjalan dan sidhakarya.
Terakhir tentang waktu (dauh inti atau dauh ayu) dari pelaksanaan odalan itu, dapat ditentukan berdasarkan saringan dari pertemuan Panca Dauh dan Asta Dauh, tergantung dina (hari) dan kala (siang atau malam). Misalnya untuk odalan yang jatuh pada hari Saniscara, maka dauh inti (waktu terbaik) di kala siang adalah pukul 11.30 – 12.42, sedangkan di kala malam pukul 22.18 – 23.30. Di luar waktu dauh inti itu apalagi sampai kelewatan, maka “tegak odalan” di pura tersebut sudah bergeser ke hari lain atau moment odalan saat itu tidak lagi berada di saat yang tepat (terbaik).
Tegak Odalan bisa Diubah Lagi?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
swastiastu mas tiang dari lombok bisa bertanya soal upacara piodalan ini, karana skripsi saya tentang itu. saya ingin bertanya apa saja yang dilakukan saat upacara piodalan ?
ReplyDeleteBgmn cara menentukan dauh intinya?
ReplyDeleteBgmn cara menentukan dauh intinya?
ReplyDelete