E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Beda Arca dengan Togog

Arca

Bagi umat Hindu terutama yang masih berada dalam tingkatan Karma dan Bhakti Marga, apa yang namanya simbol-simbol merupakan cara mudah dan alamiah dalam menjembatani alam pikiran sekala (nyata) menuju ke alam pikiran niskala (abstrak). Kewangen misalnya merupakan salah satu contoh simbol Hyang Widhi sebagai Ardhanareswari. Begitu juga gambar Acintya yang sering disebut Sanghyang Licin juga merupakan simbol Hyang Widhi yang tak terpikirkan. Sistem pemujaan dengan simbolisasi ini lazim disebut dengan istilah Murti Puja. Dan yang acapkali digunakan sebagai simbol dalam Murti Puja ini adalah patung.

Dalam wacana Hindu di Bali apa yang disebut patung sebenarnya dapat dibedakan atas beberapa istilah seperti: arca, pratima, togog, bedogol, dan lain-lain. Secara fisik material sesungguhnya benda tersebut memiliki persamaan terutama dilihat dari segi bahan yang digunakan, yaitu umumnya memakai batu, katu dan logam. Kecuali pratima yang bisa juga dibuat dari bahan permata, batu indah, uang kepeng dan lain-lain.

Yang membedakan arca, pratima, togog, dan bedogol itu adalah dari segi proses pembuatan, fungsinya dan lokasi penempatannya. Arca dan pratima kedua-duanya adalah patung perwujudan dari Hyang Widhi (Dewa) atau Bhatara-Bhatari. Dalam pembuatannya, arca dan pratima melalui proses sakralisasi (penyucian) dan pasupati (menjadikan “berjiwa”). Karena arca dan pratima itu akan berfungsi sebagai media penuntun bhakti umat ke hadapan Hyang Widhi, para Dewa dan Bhatara-Bhatari.

Dalm fungsinya begini, di alam pikiran seorang yang bhakti, bukan fisik material dari simbol itu yang dituju melainkan “zat” yang ada dan telah hidup padanya. Karena arca dan pratima merupakan simbol sakral, maka penempatannya pun tidak boleh sembarangan. Arca dan pratima sudah lumrah disthanakan pada tempat suci (pura). Dan pada waktu piodalan biasanya biasanya disthanakan di Bale Pengaruman. Sebutan lain yang memiliki arti dan fungsi tidak jauh berbeda dengan pratima adalah pralingga dan patapakan.

Selanjutnya mengenai togog dan bedogol. Dari segi proses pembuatannya togog umumnya tidak melalui sakralisasi, karena hanya berfungsi sebagai dekorasi semata. Penempatannya pun boleh sesuka hati yang empunya, contohnya: togog pohon kelapa, togog penari janger, dan lain-lainnya. Sedangkan bedogol yang biasanya dibuat dari ukuran agak lebih besar dari togog memiliki fungsi ganda. Bias berfungsi magis (melalui pasupati) dan dapat pula berfungsi dekoratif (hiasan). Penempatannya biasanya di depan candi bentar, pura, palinggih, dan tempat-tempat yang dipandang tenget.

No comments:

Post a Comment