Bagi masyarakat Bali, terutama yang beragama Hindu sudah menjadi kewajiban (bukan keharusan) untuk mendirikan tempat suci keluarga di mana mereka dapat mensthanakan, memuliakan sekaligus menghaturkan puja bhakti dan sembah kepada roh suci leluhurnya yang sudah menjadi atau berkedudukan sebagai Dewa Pitara. Kewajiban ini bersumber pada ajaran Pitra Puja yang didasari atas adanya Pitra Rna yang kemudian direalisasikan melalui pelaksaan Pitra Yajna.
Dalam khazanah pura, Pura Keluarga ini lazim disebut atau dikelompokkan ke dalam status Pura Kawitan yaitu pura yang ciri keberadaanya ditentukan oleh adanya ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis kelahiran (genealogis). Di dalam lontar Siwagama, 328 dinyatakan bahwa setiap 1 keluarga batih (inti) patut membuat pelinggih Kamulan, setiap 10 keluarga batih supaya membuat palinggih Pratiwi/Gedong, setiap 20 keluarga batih petut mendirikan Pura Ibu dan setiap 40 keluarga batih patut membuat Pura Panti, yang mana kesemuanya itu adalah untuk pemujaan roh leluhur yang telah suci.
1. Walaupun sudah mempunyai palinggih Kamulan dengan Rong Tiganya yang multi fungsi, keberadaan Pura Dadya tetap menjadi kenyataan yang lumbrah diadakan. Karena terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu generasi ke generasi yang memiliki ikatan leluhur yang sama. Jika pelinggih Kamulan hanya disungsung oleh satu keluarga batih (atau beberapa keluarga dalam satu pekarangan) maka yang namanya Pura Dadya sudah berkembang penyungsungnya untuk beberapa klen kecil (beberapa keluarga inti) sampai klen besar (beberapa klen kecil) dengan sebutan dadya agung (merajan agung)
2. Boleh-boleh saja, malah diperkotaan hal itu sudah menggejala yaitu dengan hanya mendirikan padmasari saja akibat lahan pekarangan sangat sempit. Jadi tidak lagi mendirikan Rong Tiga, cukup Padmasari saja, yang juga berfungsi sebagai “penghayatan” pada semua “beliau” yang ingin disembah, mulai dari Bhatara-Bhatari sampai Hyang Widhi.
3. Sepanjang berstatus Pura Kawitan, apakah itu Marajan, Panti sampai Pedharman yang dimuliakan /dipuja sama yaitu Bhatara-Bhatari Kawitan. Tentang palinggih, terutama yang pokok ada berupa gedong atau meru.
4. Ibarat sebuah pohon, maka Pura Padharman itu adalah pokok (bongkol) yang menyebabkan adanya cabang, anak cabang, ranting, anak ranting dan seterusnya. Maka keberadaannya menjadi penting dalam rangka umat sujud bhakti kepada Beliau sebagai “Sang Mulajadi”.
Apa tiap Umat Hindu harus Punya Pura Dadya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment