E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Ngotonin atau Ultah

Upacara Tiga bulanan Surya
Tanpa disadari, pelan tetapi pasti banyak di antara kita yang karena perkembangan zaman acapkali menomerduakan konsep ajaran agama untuk alasan mengikuti fenomena kehidupan manusia modern. Misalnya dalam hal peringatan hari kelahiran, di mana menurut konsep Hindu terutama yang sudah mentradisi di Bali sebagai diperingati melalui upacara yang disebut “ngotonin” yang justru dirayakan setiap “ngenem bulan” (210 hari sekali), bukan setahun sekali seperti acara ulang tahun umumnya. Tetapi karena alasan mengikuti fenomena manusia modern tidak jarang upacara “ngotonin” dikesampingkan sedang acara peringatan hari ulang tahunnya dirayakan secara besar-besaran. Bahkan untuk tetap bisa disebut manusia modern, peringatan hari lain yang diimpor dari dunia barat dengan serta merta diikuti seperti hari kasih sayang yang popular disebut Valentine Day.

Sesungguhnya sah-sah saja seseorang untuk turut larut dalam peringatan suatu hari tertentu meski secara konseptual tidak berakar dari budaya dan tuntunan ajaran agama kita. Namun sebagai umat yang menyakini bahwa ajaran agama merupakan pijakan pertama dan utama dalam berbuat, maka konsep ajaran (ritual) agama tak boleh dikesampingkan apalagi sampai ditiadakan. Katakanlah seperti hari “otonan”, sebenarnya jauh lebih mulia dilaksanalan dari pada sekedar merayakan hari ulang tahun. Alasannya, upacara “ngotonin” itu melingkupi keseluruhan aspek yang dibutuhkan dalam memperingati hari kelahiran.

Pertama, aspek ritual dengan media upakara/banten Ngotonin sebagai pengamalan ajaran yajna dengan makna sebagai ungkapan angayu bagia atas waranugraha-Nya berupa kerahayuan sehingga berkesempatan mendapatkan tambahan umur. Kedua, aspek spiritual dengan media doa, japa, mantra yang mengiringi upacara Ngotonin merupakan nilai tinggi yang didapat bagi seseorang dalam rangka meningkatkan sraddha dan bhaktinya kepada Hyang Widhi, dan Bhatara-Bhatari. Dan ketiga, aspek seremonial berupa kemeriahan atau kesemarakan di mana bersama anggota keluarga bersama-sama menikmati “surudan banten ngotonin” merupakan peristiwa penuh nuansa agamais.

Dibandingkan dengan acara peringatan hari ulang tahun, tanpa bermaksud meremehkan, tetapi begitu yang nampak menggejala, umumnya lebih menampakan aspek seremonial saja. Di situ akan ditampilakan acara-acara yang cenderung bersifat hura-hura, makan, minum sepuasnya malah tidak jarang sampai teller. Sedang hakikat peringatan ulang tahunnya terlewati begitu saja saja seiring usainya acara pesta ulang tahun yang bersangkutan.

Jadi, tindakan untuk mengutamakan peringatan hari ulang tahun melalui “ngotonin” amat terpuji, meski bukan berarti harus melarang sang anak untuk berulang tahun. Tetapi adalah lebih baik dan benar melaksanakan “ngotonin” dari pada merayakan hari ulang tahun yang notabena bukan kewajiban agama.

No comments:

Post a Comment