Kerauhan secara sederhana berarti “kedatangan”. Apa yang datang tidak lain dari sesuatu “kekuatan” antara lain berupa roh atau kekuatan gaib/makhluk lainnya. Kekuatan yang datang dari “dunia lain” itu lalu memasuki/meminjam tubuh seseorang untuk dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan sesuatu yang bersifat informasi dari dunia niskala ke dunia sekala sehingga bisa diterima maksudnya.
“Kerauhan” dalam perbendaharaan tradisi Bali sering disebut dengan istilah “tedun”, “kerangsukan”, “nyanjan”. Peristiwa “kerauhan” ini bisa terjadi karena proses yang disengaja dan tidak disengaja serta selalu berhubungan dengan dimensi ritual (keagamaan), kepercayaan (tradisi nunasang) dan mistik (sihir/hipnostis). Kerauhan yang terjadi karena perbuatan yang disengaja antara lain melalui kegiatan upacara keagamaan seperti saat Piodalan di mana ada seseorang atau bisa juga lebih karena sebagai “tapakan Bhatara” ketika upacara Piodalan berlangsung.
“Kerauhan yang disengaja juga bisa terjadi melalui proses “nunas pipis/nunas baos” pada seorang balian, misalnya untuk menanyakan roh yang numadi pada seorang bayi atau menanyakan suatu penyakit yang sedang menimpa seseorang. Termasuk “kerauhan” yang disengaja adalah melalui dunia mistik di mana seseorang yang mempunyai kemampuan supranatural bisa memasukkan roh atau kekuatan makhluk lain ke dalam tubuh seseorang sehingga yang bersangkutan bergerak, berucap seperti sosok roh yang memasukinya. Pertunjukan tari wali seperti Sanghyang Jaran, Sanghyang Bojog, Sanghyang Celeng, Sanghyang Dedari, juga tergolong “kerauhan” ini yaitu dengan menghadirkan atau memasukkan roh halus untuk menari dengan meminjam tubuh seseorang.
Selain “kerauhan” yang memang sengaja dibuat seperti disebutkan di atas, ada juga orang “kerauhan” karena tidak disengaja dan malah tidak dikehendaki tetapi terjadi juga. Misalnya orang kena “bebai”, “salahang dewa”, melanggar aturan dunia niskala yang tidak kita ketahui seperti memasuki kawasan pura yang terkenal “tenget” tanpa permisi, dan lain-lain. Yang jelas baik disengaja maupun tidak disengaja, apa yang disebut “kerauhan” tidak lain dari proses sinergi komunikasi antara dunia niskala dengan dunia sekala bahwa ada hal-hal yang perlu diinformasikan tentang sesuatu yang berasal dari dunia gaib ke dunia nyata agar diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh kita yang hidup di dunia sekala. Dan karena berhubungan dengan keimanan dan kepercayaan, tentu terpulang pada kita untuk menyikapinya. Satu hal yang justru patut diwaspadai adalah adanya fenomena orang “kerauhan” jadi-jadian yang terkadang bertindak atau berucap dengan muatan kepentingan tertentu: pribadi atau golongan.
Ucapan Orang Kerauhan Mutlak Benar?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
bagimana dengan caleg yang banyak setress seperti sekarang ini apakah ini penomena kerauhan,atau keimanan yang tipis sehingga mudah lupa diri,
ReplyDeletegiri.