Bersembahyang sebenarnya sama dengan menghadap Tuhan. Kalau menghadap manusia saja, apalagi yang mempunyai kedudukan social atau jabatan tinggi kita berusaha tampil dengan prima dan penuh santun, mengapa ketika menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa, sikap kita justru seringkali cuek dengan tata karma. Memang tidak dapat di pungkiri begitulah kenyataan. Seringkali kita terutama umat yang memang ingin serius ngaturang sembah dikecewakan oleh ulah sebagian umat yang sembahyang “asal puput”.
Selain tidak diatur secara tertib, umat juga ingin seenaknya cepat selesai sembahyang. Datang tidak beraturan, mengambil tempat duduk tanpa mengindahkan pemedek yang sedang khusuk sembahyang. Malah terkadang melangkahi alat persembahyangan yang ada di depan kita. Semua itu memang sangat mengecewakan umat yang ingin khusuk menghadap-Nya.
Jika keadaan itu di biarkan setiap pura sesungguhnya proses persembahyangan tidak terpenuhi, itu berarti proses persembahyangan yang dilakukan dalam suasana tidak beraturan itu sepertinya akan sia-sia. Yang nampak hanyalah acara pesembahyangan secara formalitas belaka. Ibarat orang menghadap atasan, yang nampak hanya penampilan fisik saja “dibuat baik” walaupun di dalam hatinya bertolak belakang. Tetapi, dalam hal menghadap Tuhan tidak bisa begitu. Semuanya berawal dari keadaan “dalam” diri kita (batin hening, hati damai, perasaan tenang dan pikiran terkonsentrasi) baru kemudian terealisasi dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam persembahyangan (tertib, teratur dan santun).
Bila persyaratan mendasar ini telah di penuhi haruslah acara persembahyangan dimulai (secara perorangan atau bersama). Dan sebagaimana sudah disebutkan pedoman oleh PHDI, sepatutnya acara persembahyangan baik perorangan ataupun bersama dimulai dati tata cara baku ngaturang sembah. Mulai dari Asana mengambil sikap duduk yang nyaman (silasana, padmasana atau bajrasana) lalu menenangkan pikiran baru dimulai dengan Pranayama (mengatur nafas agar tenang dan konsentrasi) lanjut karosodana (membersih-sucikan tangan) dan kemudian Tri Sandhya lalu Panca Sembah serta diakhiri dengan nunas wangsuh pada dan bija. Tata cara dan urutan persembahyangan ini sudah menjadi pedoman baku yang selayaknya diikuti pada setiap kali melakukan persembahyangan. Dengan begitu acara persembahyangan akan dapat berphahala, tidak sia-sia seperti yang sering kali mengecewakan kita.
Bersembahyang itu Menghadap Tuhan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment