E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Pitra Yadnya Sekala

Tidak dpat dipungkiri bahwa tingkat penghayatan dan pengamalan umat terhadap ajaran agama Hindu cenderung lebih berpijak atau lebih menekankan pada aspek atau unsure-unsure yang berhubungan dengan ritual. Artinya asal sudah berkaitan dengan ritual, apakah itu Piodalan, Pawiwahan, Metatah, termasuk Ngaben, seorang umat terutama yang berkemampuan, tidak jarang bisa menghabiskan dana puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah. Mungkin mereka pikir dengan menghabiskan dana sebanyak itu (dalam ngaben) roh atau atma sang mati akan otomatis mendapat phahala sorga atau moksha. Padahal sesuai sradha Karmaphala penentu perolehan sorga atau neraka termasuk tercapainya moksha bukanlah berasal dari unsure ritual (semata) melainkan yang utama justru dari “karma” kita masing-masing.

Sarana ritual sesungguhnya hanyalah media pengharapan atau permohonan dan bukan jaminan phala sorga atau moksa. Jika terjebak pada pemahaman begini, tentu yang mendapat sorga atau mencapai moksha pastilah hanya orang-orang kaya saja, sedangkan orang tak mampu tentulah hanya kebagian neraka saja.

Jadi, soal upacara Pitra Yadnya Ngaben yang sampai menghabiskan dana puluhan bahkan ratusan juta itu boleh-boleh saja sebagai wujud bhakti (terakhir) dari keturunannya dalam menghormati orang tuanya. Tetapi lepas dari itu, sesungguhnya hakikat Pitra Yadnya itu sendiri adalah lebih menekankan pada “penghormatan” dan atau “penghargaan” terhadap orangtua dan atau leluhur secara sekala-niskala (wahya adhyatmika). Maksudnya penghormatan dan atau penghargaan terhadap orang tua tidak saja harus ditunjukkan secara berlebihan pada saat upacara kematian, tetapi yang lebih mulia dan bermanfaat tentunya pada saat masa hidupnya. Perhatian yang tulus, perawatan yang ikhlas, penghargaan dan penghormatan yang tanpa pamrih merupakan wujud-wujud kongkret dari Pitra Yadnya sekala (yang nyata dirasakan). Apalagi didalam kitab Taittriya Upanisad telah disuratkan bahwa Pitra Dewa Bhawa, Matri Dewa Bhawa (ayah-ibu termasuk leluhur adalah perwujudan Dewa dalam keluarga). Maka sepatutnyalah terhadap orang tua terutama di masa hidupnya perlakuan sang anak tidak boleh surut.

Jasa orangtua yang telah melahirkan, merawat, membingbing, mendidik, dan membesarkan hingga menjadi manusia dewasa patut dibalas (meski tidak diminta) melalui perhatian, perlakuan, penghargaan dan penghormatan yang baik. Dan itu tidak hanya bermanfaat bagi orangtua juga berphahala bagi yang melakukannya. Mari kita lebih mengaktualkan hakikat ritual itu ke dalam perbuatan nyata sehingga lebih berguna dan berphahala sekala-niskala.

No comments:

Post a Comment