E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Menurut Hindu Wanita bisa Jadi Presiden ?

Om
Ajaran agama Hindu menempatkan makhluk ciptaan Tuhan yang bernama manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan sebutan “purusa-pradana” sebagai satu kesatuan yang meski berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan. Kodratnya memang lain, status dan fungsinya juga berlainan, tetapi kedudukan wanita dan pria tidak dibedakan dalam “guna” dan “karmanya”.

Guna artinya sifat-sifat bawaan yang meliputi “sattwam-rajas-tamas” dengan kecendrungan yang akan menonjol dalam setiap karma atau perbuatannya. Dalam konteks “guna” dan “karma”, bagi agama Hindu laki dan perempuan atau pria dan wanita sama saja. Termasuk dalam kaitannya dengan kepemimpinan, dimana agama Hindu tidak melihat “siapanya” melainkan lebih menekankan “bagaimananya”. Apakah dia itu seorang pria atau wanita, dalam konsep kepemimpinan Hindu tidak menjadi factor utama. Yang diutamakan sekaligus menjadi tuntutan mutlak dari seorang pemimpin itu adalah bagaimana sang pemimpin tersebut dapat menampilkan dan atau mengejawantahkan konsep-konsep kepemimpinan gaya Hindu seperti : ajaran Asta Berata, Asta Dasa, Prateming Prabu termasuk ajaran kitab Kauntilya Sastra yang secara jelas mengemukakakan persyaratan seorang kepala Negara seperti :

- Abhigamika, mendapat simpati atau legimitasi rakyat.
- Pradnya, arif dan bijaksana.
- Utsaha, berusaha untuk mensejahterakan rakyat.
- Atma Sampad, bermoral atau budi pekertinya luhur.
- Sakyasamanta, dapat mengontrol/memimpin bawahannya.
- Aksura Parisatka, mampu memimpin sekaligus mengambil sikap tegas namun bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul.

Begitulah sebagian kecil dari tuntutan utama yang diminta bagi seorang pemimpin, termasuk presiden menurut ajaran agama Hindu. Bagi agama Hindu bobot seorang pemimpin tidak diukur dari jenis kelaminnya melainkan dari performance kepemimpinannya. Apalah artinya dan bagaimanakah jadinya sebuah negeri, bangsa atau Negara yang dalam memilih pemimpinnya lebih mengedepankan ego-gender (kelamin) dari pada kualitas sifat, watak dan moral sang pemimpin.

Dalam sejarah perjalanan agama Hindu tidak sedikit muncul sosok pemimpin wanita dalam kerajaan-kerajaan Hindu. Bahkan dalam urusan memimpin upacara agama (yajna) figure pandita wanita (pedande istri) sudah tidak asing lagi. Jelasnya, Hindu memberi jalan lapang bagi seorang wanita untuk tampil sebagai pemimpin dalam bidang apapun asalkan mendapat legitimasi rakyat yang tercemin dari pengakuannya terhadap “guna-karma” sang pemimpin yang berpijak pada konsep kepemimpinan Hindu. Dan untuk itu Hindu sangat menghargai sekaligus menghormati sosok wanita, sebab ucap Manusmrti III.56, Di mana wanita tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berphahala.

No comments:

Post a Comment