E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Apa Boleh Merayakan Tahun Baru di Pura

Menurut konsepsinya, pura adalah tempat suci untuk melakukan persembahyangan atau menghaturkan persembahan sebagai wujud bhakti umat kehadapan Hyang Widhi dan juga Bhatara-Bhatari. Dalam perkembangannya, fungsi pura dapat diperluas dengan melihat struktur pura itu sendiri dan kepentingan umat/krama penyungsung. Misalnya, di jaba pura, umat bisa mengadakan kegiatan dharma tula, dharmagita, latihan menari, menabuh, mejejaitan, pesraman, dan lain-lain yang masih sesuai atau berada dalam konteks aktivitas adat, budaya dan agama Hindu.

Diluar konteks itu, tetap masih bisa menerima atau ditoleransi, sepanjang mempunyai tujuan yang baik dan benar. Termasuk adanya keinginan untuk merayakan malam tahun baru di pura, boleh saja dilakukan, dengan syarat, acara/kegiatan yang diadakan tetap bernuansa religius. Maksudnya tidak seperti perayaan malam tahun baru yang menjadi trend modern, yang cenderung menampilkan bahkan menonjolkan acara hura-hura, glamor: ada pesta, minum-minuman keras sampai mabuk. Membunyikan petasan, bahkan ada yang melakukan seks party. Untuk model perayaan tahun baru begini jelas sangat dilarang di adakan di pura.

Model kegiatan yang boleh dilakukan untuk merayakan malam tahun baru di pura antara lain : menggelar acara diskusi keagamaan baik yang bersifat untuk menambah pengetahuan ataupun yang mengajak perenungan. Bisa juga dengan mengadakan “pesantian”, lomba mejejaitan, parade tari wali, dll yang tidak lepas dari nuansa keagamaan. Begitupun ketika menjelang detik-detik pergantian tahun baru tiba, sangat baik diisi dengan meditasi sebagai media intirospeksi (mulat sarira) tentang apa yang sudah dilakukan dan langkah apa yang akan dijalani kedepan untuk memperbaiki segala perbuatan yang tergolong asubhakarma/adharma.

Dengan cara itu perayaan malam tahun baru nampaknya akan jauh lebih bermakna dan menyentuh sampai ke relung imani bahwa pergantian tahun (apapun namnya : masehi dan Caka) pada hakekatnya adalah sebuah momentum untuk selalu “eling” bahwa hidup yang begitu singkat itu patut dimanfaatkan untuk menyempurnakan karma yang asubhakrama/adharma menjadi subhakarma/dharma. Sebab sebaigaimana telah disuratkan di dalam kitab Sarasamuscaya, 2 ditegaskan bahwa : “ dari demikian banyaknya semua makhluk hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat bernuat perbuatan baik-buruk itu, adapun untuk peleburan perbuatan buruk kedalam perbuatan yang baik itulah manfaatnya menjadi manusia./span>

No comments:

Post a Comment