E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Rumah Kehidupan Penuh Keberuntungan


Oleh : Gede Prama

“ Bedanya dengan rumah-rumah fisik manusia yang mengenal pagar-pagar dan tembok tinggi. Rumah-rumah kehidupan semuanya tanpa pagar. Semuanya menyatu jadi satu dalam serangkaian jejaring yang saling mempengaruhi “

Pelabuhan terakhir, inilah sebutan yang kerap di berikan untuk rumah. Serupa dengan kapal laut, di pelabuhan terakhir semua yang diteliti dan apabila ada kerusakan diperbaiki. Badan kapal yang bocor di tambal, cat-cat yang rusak mengelupas dicat ulang, mesin yang kedengaran kasar dihaluskan, dan seterusnya. Hal yang sama terjadi dalam kehidupan manusia. Orang tua pernah bergumam, “setinggi-tinggi bangau terbang, akhirnya ke pelimbahan juga.” Sejauh-jauhnya manusia pergi atau merantau, akhirnya pulang kerumah juga.

Pandangan tentang rumah seperti ini membuat fungsi rumah demikian penting. Perhatikan wanita yang sudah lama meninggalkan rumah, sesampainya dirumah ia menumpahkan segudang cerita. Lihat pria yang pergi beberapa waktu jauh dari rumah. Begitu tiba dirumah ia juga memerlukan penyegaran-penyegaran ulang di rumah. Dengan demikian, bisa dimengerti kalau ada yang berpendapat jika rumah berfungsi seperti sabuk pengaman yang terakhir, sekaligus penentu wajah kehidupan.

Agak sulit membayangkan kehidupan pria maupun wanita yang tidak punya tempat untuk menumpahkan cerita dan melakukan penyegaran. Ia mirip dengang orang-orang yang hanya tinggal di hotel. Sehari, dua hari, tiga hari, masih terasa indahnya pelayanan dan kebersihan hotel. Lebih lama daripada itu, tidak sedikit yang merasa “dipenjara” jika tinggal terlalu lama di hotel. Ini semua menghadirkan sebuah kemendesakan baru dalam hidup: membangun dan menata rumah.

Ada beberapa pengertian sehubungan dengan rumah. Ada rumah fisik yang terbuat dari tembok, kayu, batu, dan lain-lain. Ada tubuh dimana jiwa sementara berteduh. Ada rumah persahabatan yang diisi kegiatan saling berbagi. Ada rumah pernikahan yang tidak saja dimaksudkan untuk melanjutkan keturunan tetapi juga menjadi tempat saling melengkapi. Ada rumah keluarga tempat anak-anak bertumbuh. Ada rumah yang amat dirindukan jiwa sekaligus menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi banyak sekali jiwa manusia.

Ini bedanya dengan rumah-rumah fisik manusia di Desa dan di kota yang mengenal pagar-pagar dan tembok tinggi. Rumah-rumah kehidupan semuanya tanpa pagar. Semuanya menjadi satu kesatuan dalam jalinan jejaring yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Sebutlah tubuh yang sedang sakit, ia memberi pengaruh pada rumah persahabatan, rumah pernikahan, serta rumah keluarga. Demikian juga, kalau ada guncangan didalam rumah keluarga, rumah-rumah yang lain ikut terguncang.

Dalam ekologi rumah yang tanpa pagar ini, manusia memerlukan sejumblah kepekaan, terutama sebelum rumah-rumahnya berbagai persoalan dan guncangan. Entah adakah sahabat yang pernah belajar kecerdasan kosmik. Dalam kecerdasan kosmik ini, manusia mendidik diri senantiasa terhubung dengan ciptaan-ciptaan yang lain. Dengan pohon, batu, rumput, matahari, langit, bintang, bulan, binatang, dan tentu saja manusia. Dalam keterhubungan ini, ciptaan-ciptaan yang berlimpah ini sebenarnya memberikan tanda-tanda.

Boleh percaya boleh tidak, boleh menyebutnya sebagai takhayul atau menyebutnya dengan kepekaan. Taman di halaman rumah adalah cermin jujur tentang apa yang terjadi di sebuah rumah adalah cermin jujur tentang apa yang terjadi di sebuah rumah dalam kurun waktu lama. Binatang-binatang yang suka berkunjung ke rumah sedang memberikan feedback tentang sifat-sifat keseharian manusia yang tinggal disana. Tamu-tamu yang sering berkunjung juga serupa. Ia cermin terang benderang pemilik atau penunggu rumahnya. Demikian juga, dengan beberapa sering dan seberapa gembira burung-burung liar yang berkunjung rumah. Semuanya sedang memberitahu kualitas keterhubungan kita dalam ekologi rumah-rumah kehidupan. Dan kwalitas keterhubungan inilah yang juga menjadi faktor menentukan bagi kehidupan manusia kini.

Entah ada hubungan atau tidak, atau hubungannya alami atau dibuat-buat, dalam ekologi rumah kehidupan yang terhubung rapi, keberuntungan seperti datang dengan sendirinya.

Chao-Hsiu Chen dalam Bamboo Oracle pernah menulis: “Look at your own life and know that your roots, your trunk, your branches and your leaves will live as long as your character is noble. Therefore you can be lucky.” Perhatikan hidup anda sendiri yang seperti pohon dan ketahuilah bahwa akar anda, batang anda, dan dedaunan anda akan bertumbuh selama karakter anda mulia. Dan anda pun bisa hidup penuh keberuntungan. Ini memberikan pengertian sederhana, kacamata hidup yang penuh keberuntungan. Lebih mudah didapatkan oleh orang-orang yang hidup dalam kemuliaan. Perhatikan pendapat seseorang yang pernah hidup dalam kemuliaan: “We find good people good, bad people good, if we are good enough.” Kita menemukan orang baik terlihat baik, orang buruk juga terlihat baik kalau kita cukup baik. Bukankah ini serangkaian rumah keberuntungan?

Orang-orang yang hidup dalam kemuliaan, ada yang merindukannya di rumah. Di rumah keluarga, anak-anak kecil yang sudah agak lama ditinggal ibunya pergi untuk suatu urusan, akan berteriak girang ketika ibunya pulang, “mama cinta!” seorang bapak yang berulang tahun, mendapat surat ucapan ulang tahun dari putra-putrinya, “whoever you are, whatever you have done, I just have one thing to say: “we love you” di rumah persahabatan, di rumah pernikahan, di rumah jiwa ia juga merindukan. Ah, andaikan ada sahabat lain yang memiliki rumah kehidupan yang berindung ini. Bila pelabuhan terakhirnya seperti ini, bukankah lebih mudah melakukan perbaikan-perbaikan? Dalam ekologi rumah hidup seperti ini, bukankah semua arah adalah arah keberuntungan?

No comments:

Post a Comment