E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Jumlah Kuda dan Arti Sugihan Bali

Arjuna dan Kreshna

Sebagaimana disuratkan di dalam kitab suci Bhagawadgita, I.14 cukup jelas dinyatakan bahwa: “Kemudian setelah berdiri di atas kereta megah yang ditarik oleh dua ekor kuda putih, Krishna dan Arjuna meniup terompet dewata meraka”.

Mengacu pada bunyi sloka ini sudah pasti jumlah kuda yang menarik kereta yang dinaiki oleh Arjuna dengan sais utama Sri Kreshna berjumlah dua ekor kuda putih. Tetapi dalam media lain di luar transkripsi Bhagawadgita seperti dalam gambar-gambar atau lukisan lepas terutama yang bersumber dari tanah India umumnya kereta yang ditumpangi Arjuna menjelang pecahnya perang keluarga Bharata digambarkan ditarik oleh empat ekor kuda putih.

Berpijak pada pemahaman filosofis tentang jumlah kuda tidaklah begitu penting. Yang paling penting justru keberadaan kuda itu sendiri dengan tidak perlu lagi menyebutkan jumlahnya. Penggunaan kereta lengkap mulai dari kusir sampai kudanya mengandung makna filosofis yang teramat dalam. Perinciannya: kereta adalah lambang manusia, pemilik adalah lambang atma, kusir adalah lambang budhi (kebijaksanaan), tali kekang lambang pikiran dan kuda lambang indria.

Pendeknya, kereta lengkap itu menggambarkan hakikat manusia itu sendiri. Soal kereta itu mau dibawa kemana, dengan cara apa, atau kapan kuda itu hendak dilarikan dengan kencang atau pelan kesemuanya terpulang pada sang pemilik yang dengan kelengkapan badan, pikiran dan budhi bisa mengarahkan kereta menuju tujuan sejati. Jadi soal jumlah kuda dalam pengertian filosofis mungkin tidak begitu penting. Sebab berapa pun jumlahnya, tetapa faktor kuda sebagai lambang indria yang perlu dikendalikan itu yang agaknya lebih penting. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan kebebasan seniman dalam menggambarkan/melukiskan atau memahatkan maka bisa saja jumlah kuda menjadi sangat bervariasi.

Lalu soal Sugihan Jawa dan Sugihan Bali seperti pernah diungkap, maknanya adalah sebagai penyucian Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit atau alam semesta dan diri kita masing-masing dalam rangka menyongsong hari suci Galungan sehingga dharma benar-benar dapat ditegakkan di atas adharma. Terakhir mengenai tujuan penggunaan “lis” tidak lain sebagai sarana/upakara pembersihan atau penyucian sehingga segala noda atau mala sirna adanya.

No comments:

Post a Comment