E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Brata Nyepi Perlu Kesadaran Umat

Sesungguhnya hakikat agama adalah “kesadaran” dimana umat secara sadar mematuhi ajaranNya dan menghindari laranganNya. Kesadaran itu tidak dengan serta muncul melainkan memerlukan disiplin diri untuk atas dasar sradha berbhakti kepada-Nya. Karena itu agama seyognyanya diletakkan sebagai “pondamen hidup” bukan “suplemen kehidupan”. Untuk itu pertama-tama, agama sepatutnya dipandang sebagai “kebutuhan” bukan sekedar “kewajiban” apalagi sebagai suatu “keharusan”

Dengan menempatkan dan memandangnya sebagai “kebutuhan” maka beragama atau menjalankan kehidupan beragama akan melahirkan sikap religius yang alamiah bahkan otomatis sifatnya. Kalau manuasia lapar membutuhkan makan , jika haus membutuhkan minum, bila mengantuk membutuhkan tidur, maka begitu pula halnya dengan “kebutuhan agama” akan selalu melahirkan sikap “membutuhkan-Nya” kapan saja, di manapun dan bagaimanapun keadaannya.

Begitupun dengan pelaksanaan Catur Brata Penyepian, sebagai suatu bentuk ajaran pengendalian diri, yang dapat dilakukan umat adalah berusaha secara sadar untuk sebatas kemampuan mencoba dan atau melatih diri untuk mematuhinya. Pasti ada yang bisa dan tidak sedikit pula yang tidak mampu melaksanakannya. Tidak perlu dipaksa atau memaksakan diri. Kuncinya adalah memebangkitkan kesadaran diri untuk “mebrata”. Amati Karya misalnya sebenarnya yang dimaksud lebih tertuju pada “kegiatan tanpa aktivitas rutin” bukan semua gerak/langkah/kerja dilarang. Mandi, makan, minum untuk yang tidak melaksanakan “upawasa” tentu boleh-boleh saja. Yang tidak di benarkan adalah melaksanakan pekerjaan/profesi keseharian baik di dalam maupun di luar rumah. Misalnya pegawai negeri, tentara, polisi, sopir, petani, tidak pergi meninggalkan rumah ke tempat kerjanya masing-masing.

Lagi pula sebagaimana sudah diketahui bersama, ajaran Hindu termasuk yang berhubungan dengan “pebrataan” meski ada ketentuan yang mengatur, tetap dapat dilaksanakan dengan fleksibel, tanpa paksaan dan menuntut kesadaran. Mungkin karena begitu luwesnya pelaksanaan ajaran Hindu menyebabkan sebagian umat mengganggapnya sebagai sesuatu yang boleh-boleh saja. Efeknya justru melahirkan sikap yang cuek terhadap ajaran, masa bodo dengan pedoman, dan kurang menghargai agama sendiri. Adanya permainan ceki, tajen, ramai-ramai keluar sumah, saat Nyepi adalah contoh kongkret ketidak sadaran umat terhadap hakikat Nyepi yang adalah merupakan media ritual untuk meningkatkan moral dan spiritual sebagai umat manusia yang beragama.

Yang pasti, masalah pelaksanaan Brata Penyepian bukan terletak pada adanya ketentuan/aturan detail yang memuat segudang larangan melainkan lebih menekankan pada aspek “kesadaran Sang Diri” untuk memperoleh “pencerahan” dari-Nya.

No comments:

Post a Comment