E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Hari Raya Galungan

Sanggah
Sesuai dengan hukum Rta (hukum alam) waktu bergerak memutar roda kehidupan bukanlah istimewa. Justru akan menjadi teramat sangat istimewa jika tiba-tiba sang waktu berhenti berputar. Sebab itu pertanda pralaya tiba. Tetapi kita tak pernah tahu kapan dan dengan cara bagaimana perputaran waktu akan berhenti. Hanya Hyang Widhi Sang Perencana Segalanya.

Begitupun perihal kedatangan era millennium baru yang dimulai tahuun 2000 yang pada minggu pertamanya justru ditandai dengan peringatan sekaligus perayaan hari suci Galungan semuannya berjalan sesuai kehendak semesta alam. Barangkali yang menjadikan Galungan pada saat itu terasa istimewa lantaran terjadi di saat berlangsungnya pergantian abad menuju millennium baru (ketiga) dimana keadaan dunia baik Bhuwana Agung (alam semesta) maupun Bhuwana Alit (manusia) sedang mengalami krisis di berbagai bidang. Mulai dari krisis ekonomi (krismon), krisis kepercayaan, krisis social, krisis politik, krisis budaya, krisis moral, mental dan spiritual. Keadaan krisis berkepanjangan itu menjadikan umat manusia berada pada situasi “gamang” termasuk kegamangan dalam, menterjemahkan nilai luhur ajaran agama ke dalam perilaku keseharian.

Prada Bali
Manusia sekarang cenderung menempatkan agama hanya sebatas sebagai suplemen (pelengkap) bukan pondamen (dasar kokoh). Artinya bila keadaan hidupnya normal-normal saja manusia cenderung “melupakan-Nya”. Tetapi tiba-tiba tertimpa sesuatu yang membuatnya berduka, maka sekonyong-konyong nama “Dewa Ratu, Ratu Bhatara, Duh Hyang Widhi” baru akan terucapkan. Padahal menurut Widhi Tattwa dan Atma Tattwa, Hyang Widhi tidak pernah “lepas dan lupa” pada umatnya, sebab Beliau ada dan hadir pada setiap manusia dalam nama Sang Atma/Sang Jati Diri. Hanya lantaran manusia lebih ingat dengan pekerjaan rutin yang menghasilkan uang untuk memenuhi segala keinginan (kama) maka menjadikan manusia serakah (lobha). Keinginan yang dimanjakan untuk menjadi serakah itulah yang membuat manusia lupa pada hakikat dirinya yang sesungguhnya adalah untuk mengabdi kepada-Nya bukan pada benda-benda material. Akibatnya cahaya diri/pancaran sinar suci Sang Atma menjadi terselubung oleh kabut Awidya – kegelapan. Hidup manusia menjadi seolah-olah seperti “tidak hidup” – mati dalam hidup, akibat ketiadaan “sinar” Sang Atma.

Oleh karena itu, dikesempatan Galungan ini, kita patut mengidupkan kembali “Api Sang Atma” agar kehidupan yang penuh dengan tantangan itu bisa di lalui dengan tetap berada pada perlindungan cahaya-Nya. Panji Galungan yang bermakna menegakkan dharma tetap menyala di dalam hati sanubari kita masing-masing. Galungan kali ini memang tidak sekedar rutinitas ritual tetapi membawa pesan untuk kembali berpijak pada dharma dalam menjalani kehidupan yang dominant diwarnai adharma. Satyam eva jayate.

No comments:

Post a Comment