Umat Hindu adalah insan agamais yang senantiasa ingin mendekatkan diri dengan Hyang Widhi. Sehingga dimana mereka bertempat tinggal selalu disertai dengan pendirian tempat suci atau palinggih suci. Misalnya dipekarangan rumah, secara umum akan di bagi menjadi dua bagian hulu (kaja, kangin atau kaja kangin) untuk Parahyangan yang ditandai dengan pendirian sanggah/marajan dan satu lagi bagian teben untuk Pawongan atau bangunan tempat tinggal. Bagi yang mempunyai tanah cukup luas, biasanya akan ditambah dengan bagian teben untuk Palemahan.
Khusus untuk peruntukan parahyangan pekarangan rumah yang lazim disebut sanggah atau merajan akan memiliki beberapa palinggih. Yang pokok disebut Palinggih Rong Telu (tiga) atau Kamimitan/Kamulan, merupakan sthana dari Bhatara-Bhatari leluhur dan Bhatara Guru. Juga dianggap sebagai Sthana dari Tri Murti. Selain Rong Telu, di sanggah juga Palinggih Taksu yang merupakan sthana Sang Kala Raja sebagai Sang penguasa waktu dan kehidupan. Satu lagi namanya Palinggih Ratu Ngerurah yang merupakan sthana Sang Catur Sanak yang telah disucikan dan terus menemani kita sampai nantinya bisa kembali manunggal pada-Nya. Ketiga Palinggih di sanggah/marajan ini merupakan model atau jenis yang umum didirikan.
Di luar areal sanggah/marajan yaitu di natah umumnya juda didirikan Penunggun Karang yang berbentuk tugu sebagai palinggih dari penguasa/penjaga karang/natah. Kehadapan penjaga karang ini kita memohon kerahayuan karena telah dialihfungsikannya tanah tersbut menjadi rumah tinggal.
Lalu untuk karang desa (adat) juga terdapat tempat-tempat suci. Yang pokok adalah Pura Kahyangan Tiga, meliputi Pura Desa (Bale Agung) sthana Hyang Widhi dalam wujud Dewa Brahma sebagai Sang Pencipta (utpeti), Pura Puseh sthana Dewa Wisnu sebagai Sang Pemelihara (sthiti) dan Pura Dalem sthana Dewa Siwa sebagai Sang Pengembali segala yang ada (pralina).
Tentang waktu yang tepat untuk Nyepi, menurut Pedoman yang dikeluarkan PHDI adalah dimulai pada saat sebelum matahari terbit (ngedas lemah), kira-kira pukul 05.30 – 05.30 keesokan harinya (Ngembak Geni).
Terakhir, Tabuh Rah sebenarnya adalah bagian dari pelaksanaan upacara (yajna) yang ditandai dengan taburan darah binatang kurban dengan cara “nyambleh” atau perang satha di tempat upacara berlangsung. Jika berkembang menjadi tajen (adu ayam dengan taruhan) ini hanyalah bersifat pedomplengan yang tentu saja tidak dapat dibenarkan, karena bersifat perjudian.
Nama Tempat Suci dan Kapan Mulai Nyepi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment