Oleh : Gede Prama
“ setelah semua kesedihan dan kesakitan ini berlalu,
baru terasa kalau kesedihan juga hadiah kehidupan yang menawan “
Selamat datang di rumah intelektual yang ke-18, sebuah rumah keberuntungan. Di sebut rumah keberuntungan, karena ketika kebaikan, kebahagiaan, kedamaian, dan keheningan diselami dan diselami, tidak ada hal lain yang tersisa kecuali keberuntungan. Kemanapun mata melirik, kemanapun kaki melangkah, kemanapun tangan menunjuk, kemanapun leher menoleh yang ada hanya keberuntungan. Namun, ini semua tidak datang begitu saja. Ini adalah sebuah hasil dari perjalanan panjang yang melelahkan.
Bagaimana tidak melelahkan, tujuh belas rumah intelektual telah berlalu, ratusan buku telah lewat didepan mata, pujian sekaligus makian sudah sama tingginya, demikian juga suka sekaligus duka. Menyakitkan, karena tidak sedikit godaan dan cobaan yang telah dilewati. Sebagian orang malah bersimpah air mata. Cuman setelah semua kesedihan dan rasa sakit itu berlalu, baru terasa kalau semua itu adalah hadiah kehidupan yang sangat indah.
Di atas tangga-tangga kelelahan sekaligus kesedihan ini, rupanya kita manusia tidak mempunyai pilihan lain kecuali terus-menerus menapakinya. Terutama karena dalam menapakkan kaki inilah, kita mengalami pendewasaan jiwa.
Sebagai salah satu rangkaian perjalanan jiwa inilah, kemudian rumah intelektual yang ke-18 ini berada ditangan anda public pembaca. Arsitekturnya memang dibikin seperti rumah. Di awali dengan taman depan, lalu diikuti oleh beberapa ruangan (ruangan kebaikan, ruangan kebahagiaan, serta ruangan kedamaian dan keheningan). Setiap selesai memasuki sebuah ruangan, anda sejenak, secara sederhana, diajak melakukan meditasi. Sehingga dalam totalitas perjalanan, buku ini diharapkan menjadi rumah sumber inspirasi hidup yang memeberikan banyak keuntungan.
Di taman depan – sebagaimana rumah-rumah lain – memang terdapat rumput, pohon, ranting, bunga serta kolam. Rumput tidak hanya mewakili keteduhan dengan warna hijaunya.
Siapa pun yang suka memandang rumput dengan mata dan telinga kepekaan akan menemukan pelajaran hidup yang amat berguna “I exist as who I am, that’s enough” saya ada sebagaimana adanya, itu sudah cukup. Rumput, ya, tetap rumput, ia tidak pernah meminta dirinya menjadi bunga, misalnya. Damai, hening sepi sekaligus beruntung rasanya menatap wajah kehidupan yang di bimbing spirit-spirit hidup seperti rumput.
Selain rumput, pohon adalah wajah lain yang kerap hadir di setiap taman. Bagi sebagian manusia, pohon memang hanya pohon. Ia tidak berdaya apa-apa ketika dirobohkan dan diusik manusia. Namun dalam kehidupan pertapa, pohon adalah roh seorang pertapa. Tidak dibekali keserakahan pikiran untuk memilih ini dibandingkan itu, pohon hanya mengenal sebuah cara untuk tumbuh: iklas! Indahnya, tatkala seseorang berjalan dalam keiklasan, ketakutan, kekhawatiran, keserakahan, dan segala bentuk racun kehidupan lainnya bagaikan hilang entah kemana. Lagi-lagi yang tersisa dalam hal ini hanya satu: keberuntungan.
Ranting juga membawa pesan yang mengagumkan. Tidak ada ranting yang terlalu bodoh untuk saling memotong untuk bisa tumbuh. Setiap pertumbuhan atau perkembangan ranting jauh dari prinsip-prinsip kompetisi ala manusia modern yang didikte oleh semangat serba ingin lebih baik. Setiap pertumbuhan ranting juga menyisakan ruang bagi tumbuhnya ranting-ranting yang lain. Tatkala pertumbuhan kita juga menyisakan ruang bagi perkembangan pihak lain, ada yang tersisa: perjalanan mencari cahaya. Dalam keadaan demikian, keberuntungan hadir melalui hidup yang berjalan terang-benderang. Tidak ada lagi tidak ada lagi kegelapan-kegelapan hidup seperti marah, iri, dengki.
Bunga lebih mengagumkan lagi. Ia tidak hanya mewakili kehidupan yang mengalir penuh keiklasan (tumbuh, mekar, layu, jadi pupuk, dan tumbuh lagi), tetapi juga penerang kehidupan yang menawan. Andaikan ada sahabat yang tekun memperhatikan bunga. Ia pasti akan mendapati kenyataan bahwa kebanyakan bunga tumbuh mekar ke atas. Setelah mekar, bunga menghadiahkan dua hal sekaligus ke atas, yakni keindahan dan wewangian. Adakah keberuntungan hidup yang lebih menawan dibandingkan kehidupan yang mempersembahkan keindahan dan wewangian ke atas? Dengan demikian, bukankah kehidupan bagian sebuah kolam yang hanya memantulkan hal apa pun yang kita lakukan?
Selamat memasuki rumah keberuntungan. Mudah-mudahan semua menemui keberuntungan.
Mempersembahkan Keindahan dan Wewangian ke Atas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment