Upacara agama yang dalam penerapannya disertai dengan upacara/banten dalam struktur hukum Hindu tergolong Acara Agama. Dalam kitab Manawadharmasastra II. 6 dinyatakan bahwa Acara Agama itu pada hakikatnya merupakan pelaksanaan ajaran-ajaran agama melalui tradisi dalam masyarakat. Atau dengan kata lain, melalui upacara agama isi Weda dapat direalisasi melalui bentuk-bentuk tradisi. Karena itu upacara agama pada dasarnya adalah tradisi Weda atau Weda yang ditradisikan. Hanya saja patut dicermati bahwa tidak semua tradisi itu merupakan pengejawantahan ajaran Weda. Untuk itu, sikap yang wajib dikebangkan adalah dengan selalu mengambil pijakan pada Weda untuk meneruskan tradisi-tradisi yang sedemikian rupa sudah kita terima yang dalam bahasa Bali disebut tetamian.
Demikianlah adanya bahwa upacara agama selain sudah disebutkan sebagai pengejawantahan ajaran Weda melalui tradisi, adalah benar juga dikatakan sebagai perwujudan pelaksanaan ajaran Catur Yoga yang meliputi Karma Yoga, Jnana Yoga, Bhakti Yoga dan Raja Yoga sudah terangkum sekaligus terealisasi di dalamnya. Simak saja, suatu kegiatan upacara agama diperlukan berbagai aktivitas (gerak) untuk mendapatkan segala macam dan jenis bahan/material yang diperlukan sesuai upacara agama yang akan dilakukan. Mulai mencari janur, buah, lalu menjahitnya, nanding, kemudian menghaturkan kehadapan-Nya dan seterusnya adalah wujud nyata pelaksanaan ajaran Karma Yoga.
Lalu pemahaman, penghayatan kita terhadap kandungan filosofis yang melandasi pelaksanaan upacara agama itu termasuk arti berbagai macam dan jenis upakara dan bantennya merupakan pengejawantahan ajaran Jnana Yoga, misalnya bunga sebagai symbol kesucian atau ketulusan hati, api lambang saksi. Begitupun ajaran Bhakti Yoga juga terpancar dari pelaksanaan upacara agama itu, terutama yang berhubungan dengan niat dan ketulusan hati dalam penyelenggaraan suatu upacara (yadnya). Jika bhakti kita masih diliputi banyak pamrih disebut Apara Bhakti, sedangkan jika niat bhakti kita semata-mata hanya untuk menyerahkan diri setulus-tulusnya tanpa pamrih disebut Para Bhakti yang nilainya lebih tinggi dari pada Apara Bhakti. Dan terakhir, pengejawantahan ajaran Raja Yoga dalam upacara agama dapat dilihat dari sikap-sikap pengendalian /pengekangan diri (yama-niyama) yang antara lain terealisasi melalui pelaksanaan Tapa-Brata-Yoga Samadhi. Contoh, melaksanakan hari Suci Nyepi, realisasi ajaran Raja Yoganya adalah melakukan Catur Brata Penyepian dengan hati yang teguh tanpa terpengaruh oleh situasi sekeliling.
Begitulah, melalui upacara agama (yadnya) sesungguhnya keseluruhan ajaran Weda sudah diwujudnyatakan. Hanya saja perlu dipertajam orientasinya yaitu jangan hanya menitikberatkan (mengutamakan) aspek ritualnya saja, realisasikan juga aspek-aspek lainnya seperti aspek, mental-spiritual, social-material untuk kepentingan umat sedharma lainnya.
Upacara Agama Wujud Catur Yoga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment