E-mail : pasek.trunyan@gmail.com
=

Menghidupkan TV saat Nyepi

Satu hal nampaknya perlu berulang kali dikatakan bahwa agama Hindu itu bersifat supel, fleksibel dan selalu mendasari pijakan pelaksanaan pada desa-kala-patra dan dresta. Sebab acuan tentang kebenaran menurut agama Hindu tidak saja berpedoman pada kitab suci Weda baik Sruti maupun Smrti tetapi ada juga yang berpijak pada Sila (tingkah laku orang-orang baik/suci), Acara (kebiasaan/tradisi yang benar) dan Atmanastuti (kepuasan batin), begitu di suratkan di dalam kitab Manu Smrti II.6.

Dengan demikian , maka acapkali dijumpai apa yang sudah menjadi ketentuan ajaran, dalam pelaksanaan bisa disesuaikan lagi menurut situasi dan kondisi. Contoh, jika dalam satu desa adat ada karma adat mati, maka odalan di Kahyangan Tiga tidak dapat dilaksanakan. Tetapi karena persiapan upacara dan upakara piodalan sudah berlangsung lama dan tinggal menyelenggarakan saja sementara krama adat itu meninggal tepat sesaat sebelum piodalan dilangsungkan, maka sesuai desa-kala-patra dan dresta, piodalan dapat dilanjutkan sementara terhadap sang mati diperlakukan/dianggap sebagai “orang tidur” dengan membuatkan banten pengalang sasih. Contoh lain, ketika piodalan Saraswati ada ketentuan (brata Saraswati) yang menyarankan tidak diperkenankan membaca dan menulis, sementara dalam pelaksanaannya, sebelum persembahyangan dilakukan ada yang namanya penyampaian Dharma Wacana yang dilakukan dengan membaca.

Begitu pun terhadap pelaksanaan Nyepi dengan Catur Brata Penyepian, yang tidak semuanya secara saklek bisa dilaksanakan. Ada saja alasan-alasan yang berdifat situasional yang memberi toleransi. Misalnya, Brata Amati Lelungan di mana umat Hindu tidak diperkenankan untuk berpergian, tetap kenyataannya ditoleransi bagi orang-orang termasuk umat Hindu untuk berpergian karena alasan tertentu/khusus, seperti tugas Negara , mengantar orang sakit, keadaan gawat darurat. Di mana Brata Amati Lelanguan yang berarti tidak menghibur diri, seperti tidak nonton TV ternyata dalam prakteknya cukup banyak umat Hindu yang menyempatkan diri menghibur diri menghibur diri dengan nonton acara-acara TV.

Kalau misalnya menonton TV dengan tayangan untuk 21 tahun keatas, tentu tidak dibenarkan karena ada norma yang dilanggar yaitu memperturutkan nafsu/indria kebirahian. Tetapi seperti halnya toleransi yang diberikan pada kegiatan keagamaan yang lain, maka kegiatan menghidupkan/menghidupkan TV dengan acara yang bernafaskan ajaran agama Hindu dimana pemirsa akan mendapat tontonan sekaligus tuntunan nampaknya bisa ditoleransi. Bukankah tujuan pelaksanaan Nyepi atau kegiatan keagamaan lainnya bertujuan untuk menumbuh kembangkan sekaligus meningkatkan kadar jnana, sradha dan bhakti umat. Bila ini tujuannya maka ajaran agama Hindu yang bersifat supel dan fleksibel dapat dibenarkan.

No comments:

Post a Comment